BannerFans.com
Loading

Rabu, 28 September 2011

REMISI BUAT KORUPTOR PERLU TIDAK??

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Andi Tumpa menilai penghapusan remisi terhadap terpidana kasus korupsi, narkoba, atau teroris tidak tepat. "Kalau remisi dilakukan kan sesuai UU ya tidak salah kan, dan dalam UU (Pemasyarakatan) ada kan? Jadi, kalau UU nyatakan bisa remisi, menteri salah kalau tidak melaksanakan itu," kata Harifin, usai melantik Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hasan Bisri di Gedung MA Jakarta, Selasa.(27/09/2011) 
 (ANTARA News) - Jakarta, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyambut baik keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tidak ingin lagi memberikan remisi kepada koruptor dan pelaku terorisme.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana mengatakan, moratorium remisi kepada terpidana kasus korupsi dan terorisme segera diberlakukan setelah ditempuh revisi peraturan perundangan yang mengatur pemberian remisi.(16-09-2011)

UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i “Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)”. Oleh karena itu perubahan aturan haruslah dilakukan di level UU bukan di level PP. Karena menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2) UU 12/1995 menyatakan bahwa PP hanyalah mengatur tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak narapidana. Adalah kekeliruan menurut saya jika mau mengubah atau menghapus remisi bagi kalangan tertentu apalagi jika perubahan itu dilakukan melalui aturan di bawah UU. (Anggara.org)20/09/2011

Menurut Indrayana, penghentian pemberian remisi kepada terpidana kasus kejahatan terorganisir dilakukan untuk memberikan efek jera yang lebih kuat.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28/2006 Tentang Pemberian Hak Terpidana diatur bahwa terpidana kasus kejahatan termasuk korupsi bisa mendapatkan remisi setelah menjalani sepertiga masa tahanan dan berkelakuan baik selama dalam tahanan.(antaranews.com)
Voanews.com pada hari Rabu, 31 Agustus 2011 memberitakan bahwa:
Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menilai UU mengenai pemberian remisi alias pengurangan hukuman bagi koruptor tidak perlu diubah.
Saat ditanyakan, apakah pemerintah dan DPR perlu merevisi pasal-pasal mengenai remisi, Mahfud MD menjelaskan pada dasarnya ketentuan dalam UU yang mengatur soal pengurangan masa tahanan itu sudah jelas. Tetapi yang lebih penting, kata Mahfud, adalah ketegasan pemerintah; khususnya Kementerian Hukum dan HAM, saat mempertimbangkan remisi tersebut.
Mahfud MD mengatakan, “Di dalam UU dikatakan “dapat” diberikan remisi, jadi dapat diberikan dapat tidak. Itu tidak perlu ada revisi UU, cukup kebijakan pemerintah saja. Bisa lewat PP (Peraturan Pemerintah), Perpres atau bahkan dengan keputusan Menkumham. Memang begitu administrasinya, harus Kementerian yang mengatur. Keputusan akhir tetap di tangan menteri dan tentu dilaporkan kepada Presiden, pertimbangan untuk setiap orang (terdakwa). Maka saya pikir tidak perlu ada revisi UU.”
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar mengatakan  sepanjang UU masih ada maka kebijakan remisi masih tetap berlaku.
lebij jauh Patrialis mengatakan, “Sementara ini peraturan itu masih jalan, karena belum ada revisinya ya kita jalan apa adanya saja. UU membolehkan remisi untuk kasus korupsi, ada syarat dan kondisinya seperti sudah menjalankan hukuman badan sepertiga (dari vonis), sudah membayar uang pengganti, dan uang denda.”
 CAPINGKO mengungkapkan pendapat bahwa Remisi diberikan kepada Koruptor dan Teroris hanya akan memberikan peluang bagi tumbuh kembangnya koruptor-koruptor dan terorisme baru di negeri ini. Remisi secara UU seperti pendapat para pakar hukum tersebut diatas dilegalkan oleh Undang-Undang Negeri ini. Tetapi bila Remisi tidak diberikan kepada Para Koruptor jelas melanggar Undang-Undang. Disisi lain keinginan dan wacana yang berkembang dimasyarakat pinggiran kota sangat kuat bahwa Remisi tidak perlu diberikan kepada mereka. Oleh karena itu revisi UU tentang Remisi bagi koruptor dan terorisme menjadi bahan "PR" bagi anggota Dewan dan para Pakar Hukum, agar disatu sisi tidak menabrak ketentuan UU dan di sisi lain  rasa keadilan masyarakat terpenuhi.Nah bagaimana pendapat anda!! Capingko tunggu deh Comment anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar